Daftar Postingan





1 Sep 2012

Mengenang Tahun 80an Sosok Dubbing Brama Kumbara

Ferry Fadly Pengsi suara Brama Kumbara dalam sandiwara radio saur sepuh

Pencinta sandiwara radio era 1980-1990-an awal pasti akrab dengan suara Ferry Fadly. Dialah pemeran Brama Kumbara, Arya Kamandanu, dan tokoh bijak lain dalam puluhan serial sandiwara radio. Apa yang dia lakukan sekarang?

Ditemui di rumahnya kawasan elite Jalan Syamsu Rizal, Menteng, Jakarta Pusat, Ferry tampak bersemangat. Dandanannya masih khas, mengenakan sepatu kulit model bot, celana jins, dan ikat kepala ala pendekar zaman dulu.

Suaranya sama sekali berbeda dengan Brama Kumbara dalam serial sandiwara radio Saur Sepuh maupun Arya Kamandanu dalam Tutur Tinular. Kecuali ketika tiba-tiba dia mengucapkan salah satu penggalan dialog dalam perannya sebagai Brama Kumbara, raja Madangkara. ''Wahai rakyatku Kerajaan Madangkara. Di sini aku Brama Kumbara, mengucapkan sampurasun.''

Masa jaya Ferry sebagai pemain drama radio sekitar 1985 hingga awal 1990. Sebelumnya dia juga mengisi suara untuk beberapa kisah drama, namun tidak sepopuler dua kisah legendaris itu.

Begitu legendarisnya sehingga Ferry oleh sebagian masyarakat benar-benar dianggap sebagai Brama Kumbara. Itu terbukti dari reaksi banyak orang, baik saat jumpa fans maupun ketika rumah tinggalnya diketahui khalayak.

Ferry bercerita, pernah suatu hari ada orang meminta berkat kepadanya. Contohnya, ibu hamil yang minta perutnya dielus-elus berharap agar anaknya terlahir seperti Brama Kumbara. ''Karena dia raja Madangkara, istilahnya setengah dewa. Begitu arif, bijaksana, tokoh panutanlah,'' kata pria kelahiran 1 April 1956 itu.

Mendapat reaksi seperti itu, Ferry merinding. Dia sadar, faktanya jauh berbeda dengan Brama Kumbara atau yang seperti diharapkan para penggemar. ''Sampai ada yang sakit minta disembuhkan. Saya hanya bisa jawab, selain berusaha, ya berdoa. Begitu saja,'' kisahnya.

Meski begitu, Ferry berusaha memaklumi. Kerinduan masyarakat terhadap tokoh pemimpin seperti Brama Kumbara dianggap sebagai penyebabnya. Bayangkan saja, kata dia, Brama Kumbara, sang raja, jika sedang menengok rakyatnya datang sendiri dengan pakaian biasa, tanpa pengawalan, dan membantu dengan tangan sendiri.

Tentu saja, lanjut dia, berbeda dengan pejabat zaman sekarang yang menurut Ferry seperti melakukan sebuah rekayasa. ''Brama Kumbara tanpa rekayasa. Apa adanya. Tapi, kalau pemimpin sekarang, untuk ke masyarakat saja bajunya luar biasa, kamera di mana-mana, dan kalau ada masyarakat yang ingin bertanya terkadang sudah diarahkan. Pertanyaannya hasil pesanan,'' sindirnya.

Bertahun-tahun memerankan Brama Kumbara dan Kamandanu, Ferry belajar banyak hal tentang bagaimana bersikap bijak. Meski begitu, dia merasa masih jauh dari harapan. "Tapi, apa salahnya mencoba,'' ujarnya.

Secara fisik, Ferry juga merasa jauh dari fantasi pendengar radio terhadap tokoh Brama Kumbara itu sendiri. Dia merasa tidak tinggi besar, tidak sakti mandraguna, dan tidak bisa searif pemilik ajian lampah lumpuh itu.

Beruntung, kata Ferry, hingga kini tidak ada yang meluapkan kekecewaan terhadap dirinya. Dia menganggap, kalaupun ada kekecewaan, masih dalam taraf wajar. "Justru itulah nikmatnya. Berarti saya sukses memerankan tokoh itu sehingga pendengar memiliki imajinasi sendiri,'' ungkapnya.

Sebaliknya, lebih banyak masyarakat yang akhirnya menggemari dirinya. Ferry menerima banyak surat dari penggemar. Pada awal jaya, setiap surat yang datang dia balas. ''Awalnya rajin. Lama-lama capek juga,'' imbuhnya.

Semakin lama, kata Ferry, surat penggemar yang datang menggunung. Jumlahnya berkarung-karung. Dan, hingga sekarang surat-surat itu masih dibiarkan begitu saja, disimpan di gudang rumahnya. ''Tidak sempat saya jawab. Boleh tuh kalau mau dicek di gudang ada. Ada rasa bersalah juga saya belum sempat menjawab itu semua,'' tuturnya.

Ketika industri televisi semakin berkembang, pendengar radio menurun. Tren mendengarkan cerita drama di radio pun semakin hilang. ''Bagi saya, era atau masa itu tidak bisa dilawan. Kayak sekarang musim sinetron remaja, musim grup band, itu kan era. Nanti berputar,'' yakinnya.

Tapi, Ferry tetap konsisten dengan bisnis audio. Sudah empat tahun ini dia mendirikan perusahaan studio audio untuk iklan televisi dan radio, JF Production. ''Saya berpikir bahwa iklan tidak pernah berhenti. Semua produk saya pikir akan mengeluarkan iklan dan audionya dikerjakan tersendiri,'' jelasnya.

Proyek yang dikerjakan beragam, mulai iklan produk hingga iklan partai politik dan calon anggota legislatif. Kini suara Ferry bukan lagi untuk Brama Kumbara, tapi calon pemimpin yang diharapkan merakyat layaknya Brama Kumbara.

SUMBER: Jawa Pos, Minggu, 08 Maret 2009

— bersama Agrass Kakang Prabu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Kunjungannya, Silahkan Komentarnya ditunggu....